Minggu, 14 Februari 2016

Program-Program Pemerintah yang Kontra Produktif

Kadang ada yang salah kaprah "Pemerataan Pembanguanan", Mungkin tepatnya lebih baik "Pembanguanan yang Proporsional"
Kadang ada yang bertanya kenapa jalan toll, Kereta Api dan insfrastruktur vital hanya di bangun di Jawa, bukan di Papua atau pedalaman Kalimantan?.
Apakah ini adil?.
Kalau konteksnya pemerataan pembangunan, tentu tidak adil, tetapi kalau proporsionalitas bisa jadi iya. Membangun yang proporsional adalah menyediakan kebutuhan dan fasilitas semaksimal mungkin untuk orang banyak. Lha kalau orang banyak-nya tinggal di Jawa sementara Papua atau pedalaman Kalimantan hanya sedikit kok bikin fasilitasnya sama ya tentu tidak proporsional. Mau bikin HST (Kreta cepat) di Papua atau toll lintas papua sehari hanya 100 kendaraan yang lewat, siapa mau?.

Saya akan coba ulas berbagai program pembangunan Pemerintah yang kontra produktif, baik dari periode pemerintahan sekarang maupaun sebelumnya.

1. Transmigrasi
Transmigrasi mempunyai tujuan baik yaitu pemerataan penduduk dan pembangunan, tetapi justru ini sangat tidak efektif untuk pembangunan itu sendiri. Penduduk yang berpencar-pencar justru membutuhkan penaganan dan insfrastruktur yang mahal, karena harus membangaun  bentang jalan yang lebih panjang dan segala penunjangnya, transportasi, listrik, air, telekomunikasi dll. Penduduk yang konsentrasinya terlalu padat bisa ditangani dengan beberapa cara yang lebih efektif, misalnya dengan Split Konsentrasi atan Vertical Place.

- Split Konsentrasi yaitu memindahkan sebagian penduduk untuk dipindahkan ketempat lain secara terkonsentrasi (bukan berpencaran). Area baru tempat pemindahan penduduk tersebut dibagun infrastruktur yang memadai agar penduduk baru yang menempati tempat tersebut dapat melakuakan berbagai kegiatan dengan bidang yang beragam tetapi proporsional, mulai dari pengadaan jasa, industri dan pertanian.

Vertical Place (Hunian Vertikal)
Hunian Vertikal untuk mencegah melebarnya ruang pemukiman secara tak terkendali sehingga menimbulkan krisis tata ruang dan melebarnya insfrastruktur yang harus dibangun.

Mungkin ada yang tegelitik mempertanyakan "Siapa yang harus mengelola hutan Indonesia yang sangat luas, bahan tambang yang terpendam di berbagi pelosok, memanfaatkan tanah di berbaga pelosok agar produktif?" jika penduduknya terkonsentrasi hanya di berbagai tempat saja.

Kalau saya jawab "Jangan serakah bro!"
Kalau dengan Split Konsentrasi atau Vertical Place diterapkan dan daya dukung alam disekitarnya sudah mampu mensejahterakan mereka, mengapa harus merambah sampai pelosok-pelosok?. Kalau-pun seandainya 300 juta penduduk Indonesia bisa tinggal di Jawa dengan Vertical Place, dan sumber daya alam di Jawa mampu mnsejahterakan semuanya, kenapa harus risau jika Sumatra, Kalimantan atau Papu kosong? Yang penting kita mampu menjaga tempat-tempat kosong tersebut tetap bagian dari NKRI. Kita bisa tiru Australia yang tidak risau walau penduduknya hanya terkonsentrasi di berbagai tempat kota-kota besar saja dan membiarkan tempat lannya kosong, kalau memang harus kosong dari penduduk kenapa harus risau?.

Iya, konsentrasikan penyebaran penduduk yang tidak merata, Fasilitasi mereka yang tinggal terpencil untuk bergabung ke area konsentrasi agar mereka bisa merasakan insfrastruktur yang memadai. Memang tidak mudah dengan berbagai alasan, mungkin karena mereka merasa dilahirkan di tempat tersebut, maka jika mati harus di situ pula dll. dll, tetapi dengan kemauan tidak ada sesuatu yang tidak bisa diubah.

Berikut contoh hasil pembangunan yang tidak proporsional.
Namun mereka tetap akan berdalih itu  infrastruktur untuk longterm (jangka panjang),  jadi jangan dilihat lontribusi atau manfaatnya untuk saat ini.
Intinya penguasa tidak pernah salah,  seperti halnya Bandara Internasonal Majalengka yang masih jauh dari expectasi pemanfaatan untuk saat ini.


2. Penghapusan Subsidi BBM
3. (bersambung)