Rabu, 26 Desember 2012

CARA MENGATASI BANJIR DI JAKARTA


Jakarta banjir……, ah sudah biasa.
Solusi yang tepat ?, pompa air, banjir kanal barat/timur, situ/buzem/waduk,  normalisasi bantaran sungai, sumur resapan,  Green Belt/Hutan Kota/RTH, gorong-gorong bersih bebas sampah, Deep Tunnel, Giant Sea Wall…… dlll……ah……semua belum bisa?. Terus bagaimana caranya?.

Sebelum  tahu caranya tentu ada analisa apa dan mengapa Jakarta selalu banjir?.
Sebelum menjawab pertayaan di atas, mengapa Jakarta selalu banjir, mari kita lihat beberapa sifat air yang berhubungan dengan banjir :
1. Air secara alami akan selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah,
2. Kecepatan air mengalir pada saluran terbuka ke tempat yang lebih rendah berbanding lurus dengan derajat elevasi per segmen / kontur per kontur.
3. Kecepatan air mengalir pada saluran tertutup ke tempat yang lebih rendah berbanding lurus dengan derajat elevasi  titik awal dan titik akhir saluran.
3. Debit air berbanding lurus luas penampang saluran dan kecepatannya, maka dengan penampang saluran yang sama maka volume air yang dialirkan maksimal bisa berbeda-beda  tergantung kecepatan alirannya, semakin cepat airannya semakin besar pula volume yang dihasilkan/air yang bisa dipindahkan.

Nah, sekarang kita bahas mengapa Jakarta selalu banjir?.
Lungsung saja:, secara geografis kota Jakarta di lintasi aliran air/sungai-sungai yang berhulu  dari daerah-daerah yang lebih tinggi yaitu daerah Bogor dan sekitarnya. Air sungai dari hulu melewati Jakarta sebelum akirnya sampai ke Laut. Dalam beberapa hal air sungai tersebut mengalir dengan lancar, tetapi terkadang air tersebut mengalir tersendat/kurang lancar.
 beberapa faktor air sungai mengalir tidak lancar yaitu :
1. Faktor alam
- kontur alam yang datar
- belokan-belokan
- lebar sungai yang kadang menyempit dan kadang melebar
- sampah organik.
2. Faktor manusia :
- sampah organik maupun industri yang di buang sembarangan
- penyempitan daerah aliran sungai untuk pemanfaatan yang tidak semestinya seperti pemukiman dll.

Jadi kesimpulannya penyebab utama banjir di Jakarta adalah :
1. Volume air yang terlau besar karena curah hujan tinggi., dan ini dampaknya akan terasa dari hulu sampai hilir akan terkena semua, dan ini merupakan bencana alam di luar kemampuan manusia.
2. Air yang mengalir tersendat (kecepatannya melambat) karena  faktor alam dan manusia, dan ini bisa diatasi dengan rekayasa teknologi dan konstruksi, serta perencanaan tata ruang yang baik.

Berikut adalah cara-cara/solusi bagaimanan mengatasi/menegendalikan banjir di Jakarta :
1. Dengan membuat tata ruang yang baik, lebar sungai disesuaikan dengan kontur, semakin datar kontur permukaan tanah maka semakin lebar sungai yang harus dibuat atau semakin ke hilir, sungai semakin diperlebar serta di kurangi belokan-belokannya. selain itu aliran sungai harus dibersihkan dari berbagi hambatan, sampah dan bangunan.
berikut graphic ilustrasi  agar air sungai bisa mengalir dengan lancar dan tidak terjadi banjir.



2. Dengan membangun Smart Drainase
Kota sebesar Jakarta harusnya sudah menggunakan smart drainase yang sebagian besar alirannya dikenadalikan di dalam saluran tertutup seperti tunnel atau perpipaan yang dikontrol dengan system pemompaan.
perpindahan air yang dihasilkan dari saluran tertutup sangat efektif dibandingkan saluran terbuka yang dipengaruhi oleh gravitasi dan elevasi saluran.
debit air di saluran tertutup = luas penampang x kecepatan, jadi walaupun salurannya tidak seberapa besar tetapi kalau kecepatan alirnya kita maksimalkan maka hasilnya juga bisa besar.
beda dengan saluran terbuka, walaupun di ujung saluran kita pasang pompa dengan kapasitas besar, karena di saluran terbuka banyak friksi dan pengaruh gravitasi maka bisa jadi yang terjadi adalah rush, yaitu pompa kekurang suplai di ujung karena lambatnya aliran di saluran. akibatnya walupun di hilir sudah surut tetapi di hulu/area banjir air masih tetap menggenang untuk beberapa waktu.

3. Cara lain
Selama permukaan tanah masih lebih tinggi dari air laut walaupun hanya beberapa centimeter saja masih ada solusi yang mungkin bisa diterapkan yaitu “Grid Canal”
“Grid Canal” adalah system dimana air yang ada di permukaan tanah dinetralkan dengan membuat kanal-kanal  dengan kombinasi waduk-waduk kecil yang saling terhubung  seperti halnya jalan raya yang saling berhubungan dan beberapa tempat parkirnya. System ini tidak mengalirkan air tetapi menetralkan air sehingga semua air yang ada di permukaan tanah karena hujan akan menuju kanal-kanal yang ada.  Kanal-kanal tersebut dibuat sedemikian rupa walaupun ada penambahan volume air seberapapun jumlahnya  tidak akan menaikkan level permukaan air, seperti halnya permukaan air laut, walupun hujan sederas apapun tidak akan mempengaruhi tinggi permukaan air laut.

Sebagai contoh penerapan system grid bisa di lihat di daerah Demak Jawa Tengah.
 Di daerah tersebut banyak terdapat saluran air/kanal, sehingga walaupun topografi daerah tersebut cenderung flat (datar) tetapi dengan banyaknya saluran yang dibuat ternyata sangat efektif untuk meredam banjir, dan kalupun terjadi dengan cepat akan segera surut karena semua air yang ada akan didistribusikan ke semua kanal yang ada, dan hebatnya kanal-kanal ini jarang meluap melebihi batas.
"efektif meredam banjir" artinya bukan berarti totalitas dapat meredam banjir tetapi adalah cara yang terbaik secara efektif meredam dan mengendalikan banjir dibanding cara-cara lainnya.


Venecia Canal (sumber gambar : disini )











Banjir dari air laut di Venesia  (sumber : disini)
 Contoh untuk perkotaan adalah Venesia yang sudah terkenal, dan jika Venesia terjadi banjir adalah bukan karena air  hujan, tetapi karena permukaan air laut yang naik sehingga mempunyai level yang lebih tinggi dari daratan dan ini hanya bisa diatasi dengan perpaduan system Giant Sea Wall.

Kelemahan system ini adalah air yang cenderung tidak mengalir sehingga rawan terhadap sampah dan sedimentasi
Bagaimana Jakarta siapkah membangun kanal dan dijuluki kota dengan kota 1000 kanal?

 Video Jakarta Giant Sea Wall & Waterfront City

Oleh:
 Achmad Budiono

Sabtu, 01 Desember 2012

IDE GILA PROYEK MERCUSUAR YANG YANG DI KECAM TAPI MENUAI KEBERHASILAN

Burj Khalifa Dubai
Pernahkah anda mendengar nama-nama seperti Petronas Twin Tower, Menara Kuala Lumpur, Kuala Lumpur International Airport (KLIA), Putra Jaya Goverment City di Malaysia,  Burj Al Kalifa di Dubai, Skydome Toronto, Marina Bay Sand Hotel di Singapura, Gelora Bung Karno di Indonesia dll..

Proyek-proyek yang saya sebutkan tadi adalah termasuk mega proyek yang sifatnya "Mercusuar" dengan biaya yang sangat besar. Proyek-proyek mercusuar biasanya megejar suatu prestise sehingga biasanya mengesampingkan Return Investment (pengembalian modal) dari proyek tersebut.
Lalu siapakah yang mengeluarkan ide-ide gila tersebut, apakah mereka ngawur saja jika tanpa mempertimbangkan Return Investment-nya?.
Tanpa perlu tahu siapa penggagas ide-ide gila tersebut mari kita telaah apakah mereka benar-benar gila (ngawur) ataukah mereka orang-orang yang jenius yang mempunyai visi sangat jauh?.
Kita ambil salah satu contoh saja dari beberapa pencetus ide gila tersebut yaitu Mahathir Muhamad, yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia.

Kuala Lumpur International Airport (KLIA)
Pada awalnya Perdana Menteri Malaysia ini ketika mengagas proyek-proyek dengan skala besar seperti Kuala Lumpur International Airport (KLIA) yang super besar dan mewah banyak mendapatkan tantangan. Banyak kalangan yang menilai proyek ini terlalu menghambur-hamburkan uang, bahkan kalau dikalkulasi tidak sepadan dengan Return Invesment-nya. Satu belum selesai sudah memunculkan lagi ide gila lainnya yaitu membangung sesuatu yang bersifat "ter" yaitu menara tertinggi Menara Kuala Lumpur kemudian gedung kembar tertinggi dan terindah yaitu Petronas Twin Tower, ditambah lagi memindahkan pusat pemerintahan dari Kuala Lumpur ke bekas area tambang timah yang diberi nama Putra Jaya yang diisi dengan bangunan-bangunan dengan arsitektur yang indah serta didukung oleh sarana-sarana yang bisa digunakan untuk event-eventinternasional seperti Sirkuit International Sepang, kemudian area sepanjang yang menghubungkan Kuala Lumpur dengan Putra Jaya dijadikan daerah industri padat teknologi yang terkenal dengan Cyberjaya (Lembah silikon-nya Malaysia)

Observation Deck Menara KL
Bagaimana hasilnya, apakah proyek-proyek tersebut bisa Return Investment?
Menara KL
Coba bayangkan siapa yang mau menyewa/berkantor di Petronas Tower di atas lantai 60-an, lalu dengan ticket sekitar 25 RM (70 ribu rupiah) untuk naik ke Menara Kuala Lumpur apakah sesuai untuk biaya perawatan dan pengembalian modal, kemudian dengan Airport yang mewah dan besar serta Full AC apakan biaya operasionalnya bisa ditutupi dengan restribusi yang didapatkan?.
Itulah Jeniusnya Mahathir
Mungkin kalau dihitung seperti itu maka semua proyek tersebut adalah proyek yang rugi dan bahkan membikin kebangkrutan.
Sekarang kita lihat apa manfaatnya proyek-proyek tersebut ketika semuanya sudah selesai?.
Kantor Perdana Menteri "Putra Jaya"
Putra Jaya Water City
"Kuala Lumpur-Petonas Twin Tower, F1 Sepang, KLIA yang nyaman, Mono Rail, Tanah Genting Kasino Resort dll". Kuala Lumpur menjelma menjadi magnet dengan "multiplier effect" yang sangat kuat untuk berbagai kepentingan Bisnis, Pariwisata, Perdangagan dan berbagai sektor lainnya yang begitu mudah mengasilkan uang. Bahkan perkerja-pekerja kita-pun termasuk TKI berbondong-bondong menuju kesana karena iklim mendapatkan pekerjaan dan uang sangatlah menjanjikan. Bahkan di luar expektasi uang yang dihasilkan dari magnitify-nya Kuala Lumpur  lebih dari cukup untuk mengembalikan modal dari proyek-proyek yang secara langsung tersebut Return Investmennya tidak didapatkan.

Proyek-proyek mercusuar kuno yang mewariskan kebangaan dan implikasi ekonomi generasi saat ini walaupun dalam pembangunannya banyak membutuhkan pengorbanan : Piramida di Mesir, Tembok Besar Cina,  Angkor wat di Kamboja, Candi Borobudur dan Prambabanan di Indonesia dll,

Proyek-proyek mercusuar modern yang membuat negara tidak tambah miskin justru tambah kaya karena proyek-proyek tersebut menjadikan magnet tersendiri untuk mendatangkan uang baik secara langsung maupun tidak langsung.

Nah, sekarang jika kita ingin membangun Jembatan Selat Sunda JSS, Jembatan Selat Malaka, Jakarta MRT, Jakarta Super Tall Signature Tower masih berpikir Return Investment secara langsung, maka samapai kiamat-pun tidak akan ada hasilnya.

Perpikirlah apa yang anda tempa tidak hanya menjadi batangan besi tetapi akan menjadi magnet yang akan dapat menarik lainnya.
Seperti Burj Khalifa di Dubai, walaupun investasinya sulit kembali modal karena load huniannya yang rendah tetapi dengan adanya daya tarik gedung tersebut  yang menjadi simbol bagi Dubai, maka sekarang Dubai yang tadinya tidak lebih besar dari kota sekelas Semarang telah menjelma menjadi kota Internasional yang menjadi salah satu pusat finansial dunia. dan barometernya bangunan-bangunan bergaya modern di dunia.

Seperti pepatah " jika anda memelihara burung agar menjadi  mahal janganlah anda mengharap telurnya tapi berharaplah pada kicauan dan keolakannya"

Oleh Achmad Budiono